Sukses Pangkal Bahagia?

Siapa yang tak ingin hidupnya sukses dan bahagia? Masalahnya adalah sukses itu bukan barang yang mudah didapat. Dan bahagia adalah lebih sulit lagi, dan bentuk barangnya jauh lebih abstrak lagi. Sukses sendiri definisinya bisa bermacam-macam, bentuknyapun bisa sukses lahir, sukses batin, atau sukses fikir. Berbagai teori dan motivator tentang sukses bertebaran dimana-mana laris manis. Tinggal dipilih saja, cocok yang mana. Adapun definisi tentang bahagia sendiri jauh lebih dalam, lebih sulit difahami, dan lebih tua umurnya, mungkin setua peradaban manusia itu sendiri.

Seringkali kebahagiaan dikaitkan dengan kesuksesan. Bahwa orang yang sukses pasti bahagia. Atau agar bahagia, seseorang harus sukses terlebih dahulu. Sedih rasanya jika memang harus begitu urutannya, karena berarti orang seperti saya ini, yang tidak sukses, akan sulit untuk bahagia. Tetapi nggaklah, saya orangnya bahagia kok, dengan kondisi apa adanya ini. Kalau tidak percaya, lihat saja senyum saya.


[Peringatan! Senyum bisa menipu, menyesatkan, dan beberapa jenis senyuman bisa menyebabkan kantong kering]

Mari kita eksplore definisi tentang sukses dan bahagia, dimulai dari omongan seorang teman saya. Katanya: "Tahap pertama dari sukses adalah bahwa seseorang harus bisa mandiri. Tahap kedua adalah dia harus ahli di bidangnya. Tahap terakhir dia harus diakui eksistensinya di hadapan manusia lain. Barulah dia bisa disebut orang sukses dan berbahagia".

Mungkin definisi seperti ini yang banyak dianut orang-orang saat ini. Tetapi*menurut saya, bahagia tipe ini sangat tergantung kepada orang lain. Dia butuh orang lain untuk bisa bahagia. Butuh diakui orang lain, butuh dipuji orang lain, butuh dihargai orang lain, butuh dihormati orang lain. Dan agar diakui orang lain, tak jarang seseorang akan membanggakan kelebihannya. Yang paling umum adalah yang membanggakan harta kekayaannya. Lalu yang membanggakan kekuasaannya dan koneksinya. Berlanjut dengan yang membanggakan kepandaiannya, kemampuannya, kerja kerasnya, keuletannya, ketekunannya, kegigihannya, kesabarannya, atau apapun yang bisa dibanggakan untuk menarik simpati orang lain. Maaf, ini bukan sirik lho! atau iya...? Yah paling tidak pasti selalu ada pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman orang-orang yang sukses tersebut bukan.

Tetapi menurut saya, korelasi dari sukses dan bahagia adalah apabila sukses tersebut berbuah dan dipenuhi dengan rasa syukur, bukan bangga apalagi sombong. Bukan suksesnya yang membuat bahagia, tetapi rasa syukurnya. Sukses diperlukan untuk memicu rasa syukur ini. Dengan demikian orang-orang yang selalu bersyukur akan selalu bahagia kan..., biarpun mungkin dia tidak sukses.

Mari kita cari definisi lain dari bahagia yang tak tergantung kepada sukses dan orang lain:
  • "Bahagia itu kalau bisa berkumpul dengan keluarga". Ini bahagianya orang-orang tua, tidak cocok bagi anak muda.
  • "Bahagia itu kalau orang lain lebih sengsara". Bahagia tipe ini bahagianya orang sadis.
  • Yang lebih bijaksana bilang, "Bahagia itu kalau kita sehat lahir batin". Ini lebih enak didengar. Cuman sayangnya orang sakit susah bahagia.
  • Yang lebih bagus adalah yang mengatakan, "Bahagia itu kalau kita menerima semua apa adanya". Yang nggak setuju pasti mengatakan ini bahagianya orang putus asa.
  • Kho Ping Hoo menulis, "Bahagia tak perlu dicari, yang tidak mencari itulah yang sebenarnya sedang berbahagia". Sounds good, tapi too complicated, membingungkan bagi yang bingung.
Tak akan habis kata jika dipakai untuk mendefinisikan bahagia. Atau justru mungkin tak ada kata yang bisa menjelaskan bahagia. Mungkin bahagia bisa dijelaskan dengan contoh sederhana seperti ini:
"Menikmati matahari tenggelam di pinggir pantai dalam suasana hening. Itulah bahagia", atau mungkin, "Tenggelam ke dalam diri sendiri. Itulah bahagia".
...