Disiplin, Kebiasaan dan Pembiasaan


“Ada beberapa pemain yang bagus. Tapi mereka bermain dengan berlari saja. Tidak ada visinya dan tidak disiplin dengan posisinya masing-masing. Bermain bola harus disiplin, jika itu bisa, maka sepakbola Indonesia bisa lebih bagus,” komentar Radja Nainggolan, pesepakbola Eropa keturunan Indonesia, tentang kualitas pesepakbola Indonesia.

Disiplin, disiplin, dan disiplin itulah kunci keberhasilan. Sayangnya justru disiplin yang semakin menghilang dari bangsa ini. Masihkah kita berharap tentang keberhasilan di negara ini? Permasalahan disiplin ini dipicu oleh contoh-contoh yang kurang baik dari aparat pemerintahan sendiri dan menular ke masyarakat, juga dari atasan ke bawahan.

Tanpa disiplin akan timbul kekacauan, kekacauan berarti tidak ada keteraturan, tanpa keteraturan tidak akan ada tahapan-tahapan, tanpa tahapan tidak ada progress kemajuan. Tidak ada disiplin berarti tidak akan ada kemajuan, bahkan mungkin menjadi kemunduran. Kalaupun ada kemajuan, bisa jadi kemajuan semu, maju mundur. Maju sedikit diekspose, mundur ditutup-tutupi, padahal bisa jadi mundurnya jauh lebih banyak.

Disiplin muncul dari kebiasaan, kebiasaan muncul dari pembiasaan. Disiplin sangat ditanamkan di lembaga ketentaraan, dijadikan kebiasaan, dengan cara-cara pembiasaan. Tetapi sayangnya disiplin juga bisa tergerus lingkungan. Banyak kejadian aparat yang disiplin di lingkungan kerjanya sendiri, ternyata sama sekali tidak disiplin di luar lingkungan kerjanya. Ini harus dijadikan evaluasi penuh. Karena jika seperti itu, maka bukannya sang aparat menularkan disiplin ke lingkungannya, justru dia merusak lingkungan, dan cepat atau lambat pasti juga akan merembat merusak lingkungan kerjanya sendiri.

Contoh sederhana analogi dari pembiasaan kebiasaan disiplin adalah:
Saya senang olahraga pagi, olahraga pernafasan. Menghirup nafas dalam, dan menghirup nafas cepat. Karena sudah terbiasa, maka kualitas udara sangat menjadi perhatian saya. Hidung jadi sangat peka dengan bau-bauan. Saya selalu mencari tempat terbuka dengan udara yang segar. Dan itu sangat mempengaruhi kualitas dari olahraga pernafasan saya. Udara segar yang bersih sangat penting bagi saya.

Tapi saya pernah memperhatikan orang lain yang tenang-tenang saja berolahraga padahal di sebelahnya ada tumpukan sampah yang bau. Ini bena-benar tidak masuk akal buat saya. Analisa saya adalah, karena dia tidak biasa olahraga maka udara bersih jadi tidak penting baginya. Atau karena dia sudah terbiasa di lingkungan yang udaranya busuk, maka sekali lagi, udara bersih tidak menjadi masalah baginya. Padahal jelas udara bersih akan sangat berpengaruh terhadap kualitas dari olahraganya.

Jadi pembiasaan saya terhadap olahraga menjadikan olahraga menjadi kebiasaan bagi saya. Karena olahraga menjadi kebiasaan saya maka kesadaran akan kualitas udara saya meningkat tajam karena bisa mempengaruhi kualitas olahraga saya yang selanjutnya bisa mempengaruhi kualitas kesehatan saya.

Jika analogi ini dipakai untuk pengelolaan negara, maka pembiasaan disiplin akan menjadikan disiplin menjadi suatu kebiasaan bagi aparat negara, yang selanjutnya akan menular ke seluruh masyarakat. Karena disiplin sudah menjadi kebiasaan, maka kesadaran tentang pentingnya disiplinpun akan tumbuh, dan selanjutnya akan mempengaruhi kesehatan dari negara ini secara keseluruhan.
...