Fast Thinker vs Deep Thinker



Kedua karakteristik ini, fast thinker dan deep thinker, sepintas terlihat sangat berlawanan dan sulit disatukan. Biarpun begitu seorang pemimpin harus memiliki kedua macam karakteristik tersebut. Fast thinking saja tanpa deep thinking akan menjebloskan seorang pemimpin ke area blunder. Sebaliknya deep thinking tanpa fast thinking akan menyebabkan seorang pemimpin kehilangan banyak peluang dan kesempatan, karena faktor kompetisi dan timing. Keduanya mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin, apalagi jika levelnya semakin tinggi.



Menyatukan kedua karakteristik tersebut jelas bukan perkara yang mudah, oleh karena itu tidak semua orang mampu dan pantas menjadi seorang pemimpin. Dua variabel utama dari fast thinking adalah bakat alam (kharisma, dst) dan experience. Sedangkan dua variabel utama dari deep thinking adalah education dan experience. Sehingga bisa disimpulkan untuk menjadi pemimpin yang baik diperlukan suatu bakat alam, pendidikan yang memadai, dan yang terpenting adalah pengalaman. Sehingga, seperti yang saya sebutkan dalam artikel sebelumnya Wawasan Intelektual Seorang Pemimpin, sangat disarankan untuk tidak memilih seorang pemimpin karbitan. Pengalamanlah kunci utama untuk menguasai kedua karakteristik berpikir di atas.

Pemimpin-pemimpin korup jelaslah berada di area blunder. Mereka cepat mengambil keputusan bukan karena pandai, tetapi lebih karena didorong oleh hawa nafsu dan dikejar setan. Mereka berpikiran dangkal karena tidak mempedulikan akibat dari perbuatan mereka terhadap negara, terhadap bangsa, bahkan terhadap keluarga dan dirinya sendiri. Tidak memikirkan resiko yang akan dihadapi di dunia ini, dan yang pasti di akherat kelak. Dan anehnya, yang seperti inilah yang sekarang banyak menjadi pemimpin, bahkan wakil rakyat. Sungguh aneh tapi nyata, oh Indonesiaku tercinta.
...