Antara Niat Dan Visi


Niat adalah syarat sahnya suatu amalan ibadah. Niat yang benar menentukan seberapa besar bobot dari amalan ibadah itu. Tanpa niat suatu amalan ibadah tidaklah berharga, niat yang salah menyebabkan suatu amalan ibadah tidaklah dihargai.

Menetapkan niat itu ibarat menetapkan suatu tujuan. Misalnya akan mendaki suatu gunung, Gunung Semeru misalnya, maka niat adalah menetapkan tujuan yaitu mendaki sampai ke puncak Gunung Semeru tersebut. Tanpa niat atau tujuan, maka perjalanan seseorang menjadi tidak menentu, tak jelas arahnya. Bisa jadi dia akan sampai ke tempat yang menyenangkan, atau kemungkinan besar dia hanya akan berputar-putar saja tanpa arah seumur hidupnya. Sesudah niat ditetapkan, maka jalan yang dipilihpun haruslah jalan yang benar, karena jalan yang salah akan membuat seseorang tidak akan mencapai tujuannya, bisa jadi malah menjauhi, atau bahkan menyesatkan. Niat yang salah cenderung membawa seseorang ke jalan yang salah. Contoh: Bagaimana mungkin jihad untuk kebaikan malah menggunakan cara-cara yang menyengsarakan orang banyak? Alasan bahwa teror dilakukan semata-mata sebagai bentuk pembalasan jelas tidak bisa diterima. Cara yang salah pasti akan membawa ke tempat yang salah.


Dilihat dari sudut pandang di atas, maka visi dalam suatu organisasi mempunyai efek yang sama dengan niat. Oleh karena itu setiap anggota dalam suatu organisasi wajib benar-benar memahami visi dari organisasinya. Tanpa itu, maka akan banyak kegiatan dalam organisasi yang tidak selaras, tidak serasi, tidak menimbulkan efek sinergi, salah-salah bahkan bisa bertentangan satu sama lain. Negara Indonesia adalah suatu organisasi. Visi negara ini ada di Pancasila, terutama sila ke 5. Maka seluruh rakyat Indonesia wajib memahami Pancasila dengan sebenar-benarnya.

_________________________________________________________

Ilustrasi:

Seorang tukang sapu telah selesai menyapu sebuah ruas jalan. Sampah dikumpulkan di tempat-tempat dengan jarak tertentu. Seorang pejalan kaki lewat dan melihat botol kosong tergeletak di taman di tepi jalan tersebut. Dengan kakinya botol tersebut digeser sampai jatuh di pinggir jalan. Maksudnya adalah agar botol tersebut ikut dibersihkan dan terangkut oleh tukang sampah. Dan reaksi dari sang tukang sapupun dapat diprediksi, bersungut-sungut ngomel-ngomel kepada si pejalan kaki.

Entah apa yang ada di kepala si tukang sapu. Mungkin si pejalan kaki dipandang terlalu usil, mengganggu ritme kerjanya. Mungkin juga karena sampah di taman bukan tanggung jawabnya. Entahlah. Tapi jelas bisa diasumsikan bahwa si tukang sapu ini tidak mempunyai visi tentang pekerjaannya. Dia hanya ingin menyelesaikan pekerjaannya secepatnya, sesuai dengan perintah atasannya. Dia tidak mempunyai visi, bahwa tugas dia adalah menjaga kebersihan lingkungan dimanapun dia berada, tidak hanya terbatas di ruas jalan yang menjadi tanggung jawab pekerjaannya. Dia tidak peduli kebersihan sekitarnya, dia tidak punya visi.

Mengapa si tukang sapu tidak punya visi tentang kebersihan yang merupakan pekerjaannya? Kemungkinan besar karena dia tidak pernah diberi pengarahan tentang visi kerjanya oleh supervisornya. Dan supervisornyapun kemungkinan besar juga tidak mendapat pengarahan visi dari atasannya. Dan mungkin begitu seterusnya sampai ke pimpinan tertinggi di negara ini. Mungkin si pimpinan tertinggi punya visi tentang bangsa ini, tapi dia kurang bersungguh-sungguh mensosialisasikan ke bawahannya. Bawahannyapun jadi lebih lagi kurangnya kesungguhannya dalam mensosialisasikan visi-visinya ke anak buahnya. Dan demikian seterusnya sampai ke level tukang sapu tadi. Maka tukang sapupun jadi nggak punya visi tentang pekerjaannya.

Jika benar asumsi dan cerita di atas, maka bisa dikatakan bahwa bangsa ini tidak mempunyai visi yang bisa mempersatukan bangsa ini. Semua bergerak sendiri-sendiri menurut kepentingannya sendiri-sendiri, yang terkadang bisa satu arah, tapi bisa juga saling bertentangan dan bertabrakan. Bukan sinergi yang didapatkan, justru banyak kegiatan yang saling melemahkan bahkan berlawanan, yang menghabiskan banyak energi dan sumber daya secara sia-sia. Apakah ini yang sedang terjadi di negara ini?

Sebenarnya bangsa ini sudah mempunyai visi. Yaitu sila ke lima Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kata kuncinya yang sering diabaikan di sini adalah 'seluruh'. Visi ini hanya bisa dicapai dengan memenuhi sila-sila sebelumnya. Maka tugas dari para pemimpin negara adalah menjabarkan visi tersebut menjadi visi-visi yang lebih detail, sampai akhirnya tukang sapupun memiliki visi tentang pekerjaannya. Terutama juga tugas para pemimpin negara adalah menjabarkan visi tersebut menjadi program-program yang nyata. Jika yang tua-tua tidak serius menangani permasalahan visi ini, maka yang mudalah yang harus mulai memikirkan visinya dan visi bangsa ini.
...